Catatan Orang Gila Karya Han Gagas


Download Catatan Orang Gila Karya Han Gagas PDF/ePub or read online books in Mobi eBooks. Click Download or Read Online button to get Catatan Orang Gila Karya Han Gagas book now. This website allows unlimited access to, at the time of writing, more than 1.5 million titles, including hundreds of thousands of titles in various foreign languages.

Download

Catatan Orang Gila


Catatan Orang Gila

Author: Han Gagas

language: id

Publisher: Gramedia Pustaka Utama

Release Date: 2014-10-14


DOWNLOAD





“Barangkali kau benar karena ulah lelaki, kebanyakan pasien di sini adalah perempuan,” kataku dengan murung. “Kenyataannya memang demikian, urusan cinta, soal rumah tangga, kekejaman bapak pada anak perempuannya, dan seterusnya dan seterusnya,” lanjutmu enteng. *** Buku ini berkisah tentang Tarmi, pasien rumah sakit jiwa yang tak pernah berhenti bicara, ngomong seperti tak mengenal capek, ngedumel tak karuan, lalu tertawa terbahak-bahak. Tentang Maya, yang suka menangis sampai sembab, kelopak matanya sampai bengkak, bantalnya pun basah kemudian menerawang memandang keluar jendela. Tentang Yu Lastri perempuan berusia 40 tahun yang selalu mengeluh pegal-pegal, ngilu pinggang dan nyeri kaki. Juga tentang Astrid, Helen, Redi, dan orang orang yang dianggap gila, atau sengaja dibuat gila. Di balik kegilaan mereka tersimpan berbagai cerita seperti kisah 30 September 1965, kerusuhan Mei 1998, penggusuran rumah, dan patah hati karena cinta. Di balik kegilaan mereka ada sejarah hidup yang penuh makna.

Percakapan 2 Perasaan


Percakapan 2 Perasaan

Author: Han Gagas

language: id

Publisher: BASABASI

Release Date: 2018


DOWNLOAD





Sindroma de Clerambault atau juga dikenal dengan Erotomania adalah suatu bentuk gangguan kepribadian di mana para penderitanya memiliki keyakinan bahwa orang lain memendam perasaan cinta kepadanya, atau mungkin memiliki suatu bentuk hubungan intim. Erotomania berasal dari bahasa Yunani, eros yang artinya cinta, serta mania yang artinya berlebihan. Dalam tahap yang parah, erotomania tak perlu kontak langsung dengan seseorang untuk menyangka orang itu jatuh cinta padanya. Ia bisa saja mengagumi seorang artis di televisi, dan menganggap semua yang dikatakan sang artis di televisi itu ditujukan pada dirinya. Ia pun merasa diperhatikan, dan menganggap sang artis jatuh cinta padanya. * “Aku mulai memahami kenapa kamu pergi meninggalkan rumah tak pulang-pulang. Perasaan sedih dan sendirian memang terasa tak tertahankan. Orang di jalan yang tertawa sendirian, apakah kau telah melewati batas itu? Kesadaran ternyata bisa melumpuhkan, menghancurkan....”

Pretext for Mass Murder


Pretext for Mass Murder

Author: John Roosa

language: en

Publisher: Univ of Wisconsin Press

Release Date: 2006-08-03


DOWNLOAD





In the early morning hours of October 1, 1965, a group calling itself the September 30th Movement kidnapped and executed six generals of the Indonesian army, including its highest commander. The group claimed that it was attempting to preempt a coup, but it was quickly defeated as the senior surviving general, Haji Mohammad Suharto, drove the movement’s partisans out of Jakarta. Riding the crest of mass violence, Suharto blamed the Communist Party of Indonesia for masterminding the movement and used the emergency as a pretext for gradually eroding President Sukarno’s powers and installing himself as a ruler. Imprisoning and killing hundreds of thousands of alleged communists over the next year, Suharto remade the events of October 1, 1965 into the central event of modern Indonesian history and the cornerstone of his thirty-two-year dictatorship. Despite its importance as a trigger for one of the twentieth century’s worst cases of mass violence, the September 30th Movement has remained shrouded in uncertainty. Who actually masterminded it? What did they hope to achieve? Why did they fail so miserably? And what was the movement’s connection to international Cold War politics? In Pretext for Mass Murder, John Roosa draws on a wealth of new primary source material to suggest a solution to the mystery behind the movement and the enabling myth of Suharto’s repressive regime. His book is a remarkable feat of historical investigation. Finalist, Social Sciences Book Award, the International Convention of Asian Scholars